Serba-serbi Copywriting bersama Budiman Hakim

Budiman Hakim, seorang advertiser ulung, berbagi mengenai serba-serbi copywriting dalam sesi siaran langsung di Instagram bersama dengan @foodizz.id. Om Bud, begitu ia akrab disapa, berbicara mengenai copywriting dan storytelling untuk iklan suatu produk khususnya pada usaha food and beverages (FnB). Om Bud sendiri sudah meluncurkan banyak buku mengenai dunia periklanan, salah satunya berjudul Copywriter is Dead.  Saat ini beliau menjabat sebagai creative advisor di MACS9O9.

Berdasarkan yang dipaparkan oleh Om Bud, copywriting dalam konteks advertising adalah penulisan naskah yang bersifat persuasif terhadap suatu konsumen. Sedangkan copywriter adalah penulis dari naskah itu. Sementara itu, storytelling adalah suatu cara berjualan atau beriklan melalui cerita.

Di storytelling, posisi brand bukan sebagai hero. Melainkan justru isi ceritanya. Kebanyakan orang akan malas duluan apabila terus-terusan melihat iklan yang terlalu banyak berbicara tentang brand. Melalui cerita, konsumen akan dibawa masuk ke dalam alur yang tersaji. Ketika konsumen merasa terwakili oleh cerita tersebut, ia lantas akan membagikan konten cerita itu. Di situlah letak ajaibnya suatu copywriting dengan teknik storytelling.

Copywriting dan storytelling adalah dua hal yang sama, hanya saja teknik yang dilakukan berbeda. Menurut Om Bud sendiri, storytelling lebih ampuh untuk mengikat atensi audiens karena fokusnya bukan pada penyampaian produk dengan gamblang. Om Bud juga sempat melakukan penelitian tentang teknik storytelling ini. Ternyata teknik ini cenderung disukai para konsumen karena mereka merasa relate dengan isi ceritanya. Dari sini seorang advertiser pelan-pelan memasuki benak konsumen.

Visual dan copywriting. Mana yang lebih penting?

Om Bud memaparkan di zaman serba digital seperti sekarang sudah bukan waktunya lagi mempermasalahkan hal itu. Karena dua-duanya penting. Mereka saling menyokong satu sama lain dan hal itu tak lagi mustahil untuk diwujudkan. Konsep, visual, dan copy. Ketiganya adalah satu paket. Copywriting tak bisa berdiri sendiri karena hal itu sudah masuk ke tataran eksekusi. Ia selalu dilengkapi dengan konteks visual yang mendukung. Contohnya dalam tagline Nike “just do it”. Orang sekarang tau bahwa tagline tersebut milik Nike karena memang brand Nike sudah cukup mendunia dan lintas kalangan. Namun ketika pertama kali diluncurkan, kata-kata ‘just do it’ tentu aneh jika berdiri sendiri. Harus ada konteks yang mengikutinya. Misalnya ketika iklan produk nike berupa sepatu sepak bola Nike Hypervenom yang beriklan, maka visualnya akan menampilkan sepatu itu yang dipakai untuk kegiatan bermain bola dan diakhiri dengan taglinenya “Just do It” maka akan terasa sangat pas.

Pertanyaan di awal tadi sama halnya dengan pertanyaan “platform mana yang cocok untuk beriklan?”. Semua platform sosial media cocok asalkan tahu bagaimana strategi dan penggunaannya. Pakailah platform manapun dan beriklan yang baik di sana.

Storytelling       

Banyak yang menganggap bahwa bercerita itu sulit. Alasannya karena tidak bisa merangkai kata-kata, tidak tahu bagaimana cara menuangkan isi kepala dalam bentuk tulisan, dan lainnya. Padahal storytelling sendiri sudah kita dapatkan sejak kecil. Dongeng adalah hal yang sering kita dengar dulu. Entah dari ibu, ibu guru, kakek, nenek, atau orang lain. Jadi sebenarnya storytelling bukanlah hal yang asing lagi bagi kita. Kita sudah tahu bagaimana dasarnya. Om Bud sendiri punya strategi khusus dalam mengajarkan storytelling. Beliau memberikan pancingan berupa 6 kata acak, lalu merangkainya menjadi sebuah susunan kalimat yang padu. Setelah kalimat kemudian berkembang ke alinea, dan seterusnya. Pancingan-pancingan itu yang akan memaksa kita untuk berimajinasi dan menuliskan apa yang ada di kepala kita sebanyak mungkin.

Lantas  bagaimana agar storytelling dapat dikatakan bagus? Adanya element of surprise. Sisi surprise akan memperkaya sebuah storytelling. Kenapa beberapa perempuan muda suka laki-laki badboys? Bukan karena para badboys ini urakan. Tapi karena ada ‘kejutan’ yang selalu dia lakukan dan berbeda dengan orang lain. Membuat bad boy memiliki keunikan tersendiri dan lebih stand out dibanding laki-laki biasa. Itu adalah analogi yang tepat apabila dikaitkan dengan element of surprise pada storytelling. Sesuatu yang berbeda pasti akan menarik perhatian lebih. Di samping itu ada aspek yang juga perlu diperhatikan, yaitu kualitas. Kemana arah keunikan ini. Berbeda namun kualitasnya meh hanya akan membuat calon konsumen sekadar menengok saja. Jika kualitas yang baik berkolaborasi dengan keunikan tentu akan membuat calon konsumen kita tak hanya menengok tapi juga menetap.

Product benefit atau emotional benefit?

Mengenai hal ini, Om Bud memaparkan keduanya bisa saja digunakan. Om Bud berkata, sebaiknya brand yang baru merintis menggunakan pendekatan product benefit. Mulai dari tagline hingga copywriting. Mengapa? Karena kita harus menciptakan brand awareness dahulu. Katakan pada dunia apa keunggulan brand kita. Bilang ke mereka kalau brand kita adalah yang nomor satu.  Nanti ketika posisi brand kita sudah matang, tugas kita tak lagi mencari konsumen. Tugas kita berubah menjadi menciptakan emotional bonding dengan konsumen setia. Menyapa mereka, menciptakan kehangatan antara brand dan konsumen, menyenangkan hati konsumen.

Bentuk dari pendekatan product benefit biasanya terdapat kata ‘paling, lebih’ dan self claiming lainnya. Kelemahannya adalah mudah dipatahkan. Paling murah? Ada yang lebih murah dari produk kita. Lebih aman? Ada yang lebih aman dari produk kita. Sedangkan emotional lebih kepada iklan-iklan berbentuk reminder atau yang nyeleneh. Bahkan tak jarang tidak nyambung antara produk dengan tagline atau iklan. Walau begitu, iklan atau tagline tersebut akan terpatri di benak konsumen. Mengapa demikian? Kembali lagi kepada posisi brand yang sudah matang. Konsumen sudah tahu informasi tentang produk lalu kembali diingatkan dengan iklan-iklan atau tagline yang lebih memainkan sisi emosional.

Menjadi seorang copywriter berarti harus akrab dengan tulisan. Maka  membaca buku, koran, dan lainnya bisa dijadikan teman akrab agar perbendahaaan kosakata semakin kaya dan tepat guna. Karena akan sia-sia jika kita pengetahuan kosa kata kita luas tapi tulisan sulit dimengerti oleh orang lain. Harusnya iklan mendekatkan brand pada konsumen tapi justru malah menjauhkan. 


Ditulis oleh:

Nadya Kusuma A.

18107030094

Mata Kuliah Copywriting

Komentar

Postingan Populer